5 Eksotisme Magis Masyarakat Suku Dayak
oleh Izzaniskala
[UNIKNYA.COM]: Keberadaan Suku Dayak
merupakan salah satu bukti dari kemajemukan suku bangsa di Indonesia dan
sebagian Malaysia yang mendiami Pulau Kalimantan. Suku Dayak memiliki
banyak subsuku yang mendiami di berbagai wilayah di daratan dan sekitar
perairan Pulau Kalimantan. Di Indonesia Suku Dayak dikenal dengan
kebudayaan dan keragamaan seninya, keindahan tenunan, ukiran serta
kerajinan tangan lainnya. Namun dalam kesehariannya mereka tidak
terlepas dari keluhuran nilai dan filosofi yang telah dipegang teguh
sejak zaman nenek moyang mereka, sesuatu yang memiliki nilai magis dan
pedoman hidup. Kali ini uniknya.com merangkum keindahan budi dan karsa
masyarakat Suku Dayak dari sisi keindahan nilai mistis dalam keseharian
mereka.
1. Tato (Parung atau Betik)
Silahkan Klik untuk Melihat Gambar atau Video... |
Tutup |
Tato (Parung atau Betik) (sumber:blogspot.com.uniknya.com)
|
Secara relijius tato bagi masyarakat
Suku Dayak pada umumnya, merupakan sebuah ‘obor’ yang akan menerangi
perjalanan hidup seseorang menuju alam keabadian, setelah kematian.
Sehingga tidak herang mereka memiliki pemahaman, semakin banyak memiliki
tato makan jalan kehidupan mereka semakin terang dan jalan menuju ke
alam keabadian semakin lapang. Namun tidak semua Suku Dayak memiliki
konsepsi yang sama, bahkan ada dari subsuku Dayak yang tidak memiliki
tradisi tato, seperti masyarakat Dayak Meratus di Kalimantan Selatan dan
Suku Maanyan di Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Barito Timur .
Bagi suku Dayak yang bermukim perbatasan
Kalimantan dan Serawak Malaysia, misalnya, Tato di sekitar jari tangan
menunjukkan orang tersebut suku yang suka menolong seperti ahli
pengobatan. Semakin banyak Tato di tangannya, menunjukkan orang itu
semakin banyak menolong dan semakin ahli dalam pengobatan. Dan bagi
masyarakat Dayak Kenyah dan Dayak Kayan di Kalimantan Timur, banyaknya
Tato menggambarkan orang tersebut sudah sering mengembara. Karena ada
kebiasaan setiap perkampungan Dayak yang mentradisikan Tato memiliki
jenis motif Tato tersendiri bahkan memiliki penempatan Tato tersendiri
di bagian tubuh mereka yang merupakan ciri khas suku mereka. Sehingga
bagi mereka banyaknya Tattoo menandakan pemiliknya sudah mengunjungi
banyak kampung.
Ada pula tato yang menandakan status
sosial kebangsawanan di dalam masyarakat Suku Dayak. Seperti di dalam
tatanan sosial masyarakat Dayak Kenyah, mereka memiliki tato bermotifkan
burung enggang (anggang), unggas khas Kalimantan yang dianggap sebagai
raja dari segala burung. Burung tersebut melambangkan kegagahan,
keperkasaan, kharisma dan kejayaan. Sehingga tato burung enggang hanya
dimiliki oleh kalangan tertentu saja. Sementara bagi Suku Dayak Iban
bagi kepala suku dan keturunannya mereka memiliki tato yang bermotifkan
‘dunia atas’ atau sesuatu yang hidup di atas.
Baik tato bagi kaum pria dan wanita di
dalam tatanan masyarakat Suku Dayak memiliki perbedaan dari nilai dan
fungsinya. Tato pada kaum wanita diberikan sebagai penghargaan atas
prestasi dan bakat mereka yang mencolok, seperti dalam menenun, menari
dan menyanyi. Tenunan bagi masyarakat Suku Dayak memiliki nilai reliji
yang sangat luhur, dan membutuhkan keahlian tertentu. Dalam kepercayaan
ritual, tenunan menghubungkan mereka dengan roh-roh penolong sebelum
mereka merancang tenunannya.Hal ini menginspirasikan jiwa yang lain
untuk membuat tenunan baru. Pekerjaan tekstil,secara sosial dan ritual
‘dihargai’ dengan dibuatnya tato pada tangan wanita.oleh sebab itu corak
dan gambar tatto pada wanita dayak diberikan berbeda beda sesuai dengan
keahliannya.
2. Ngayau (Mengayau)
Silahkan Klik untuk Melihat Gambar atau Video... |
Tutup |
Ngayau (Mengayau) (sumber:blogspot.com.uniknya.com)
|
Mengayau, Ngayau,
merupakan sebuah ritual yang dilakukan dalam peristiwa peperangan,
sebuah tradisi yang mengharuskan para petarung mereka memenggal kepala
musuh. Tradisi ini dimiliki oleh Suku Dayak Iban, Kalimantan Barat.
Tradisi ini merupakan cara untuk menunjukan keberanian kaum pria,
melindungi masyarakat, dan memperluas wilayah mereka.
Dalam kajian kebudayaan, mengayau,
dikenal sebagai sebuah upacara adat suku Dayak di pulau Kalimantan
(Borneo) (Yekti Maunati, 2006). Mengayau memiliki banyak tujuan seperti
menunjukkan keberanian, mempertahankan dan memperluas wilayah,
melindungi warga suku, persembahan kepada dewa, dan salah satu cara
untuk bertahan hidup. Sementara itu, menurut JU Lontaan (1975:533-535),
mengayau memiliki beberapa tujuan, yaitu melindungi pertanian, untuk
mendapatkan daya rohaniah, balas dendam, dan daya tahan berdirinya suatu
bangunan.
Aktifitas ‘berburu kepala’ dilakukan
secara berkelompok oleh lelaki Suku Dayak Iban, dan mereka yang berhasil
dianggap sebagai pahlawan perang dan mendapat gelar ‘Bujang Berani’.
Di masa lampau, leluhur Suku Iban menggunakan tradisi mengayau/kayau ini
juga untuk mempersembahkan sebuah pengorbanan bagi dewa-dewa mereka.
Sebenarnya bagi suku Dayak Iban, ngayau merupakan upacara adat yang
dilakukan secara khusus dan tidak sembarang orang dapat mengayau karena
terdapat aturan yang harus ditaati. Pengayauan sesungguhnya adalah
hukuman yang sangat berat bagi pemenang kayau, karena suatu ketika
dirinya akan /dikayau/ oleh orang lain. Tradisi ini terus berlangsung
lama hingga akhirnya mulai berkurang ketika agama Kristen masuk ke
Kalimantan. Saat ini upacara adat mengayau hanya digelar untuk merayakan
pesat adat. Adapun sebagai pengganti kepala manusia panitia menggunakan
kepala babi (cetak.kompas.com)
3. Mitos Kek Catok, Kek tung
Silahkan Klik untuk Melihat Gambar atau Video... |
Tutup |
Ilustrasi Mitos Kek Catok, Kek tung (sumber:blogspot.com)
|
Masyarakat Dayak di Kalimantan Barat,
memiliki legenda yang eksotis dalam budaya tuturnya, yakni sesosok
mahluk mitologi yang mereka kenal dengan nama Kek Catok. Sesosok mahluk
yang mereka kenal sebagai harimau dahan, yang senantiasa mengeluarkan
bunyi ‘kung kung kung’, sayup sayup nan menggetarkan hati. Mereka
menganggap sosok Kek Catok sebagai mahluk penjaga hutan, karena mampu
mengendalikan kerakusan manusia yang ingin merusak dan mengambil
kekayaan hutan seenaknya. Itu sebabnya, masyarakat Suku Dayak Simpakng
senantiasa mengelola hutan secara lestari, mempertahankan tradisi
berladang, dan menolak perkebunan monokultur yang merusak alam.
“Selain Kek Catok, kami juga menyebutnya
togukng, macatn daan, serta remaong. Wujudnya benar-benar berupa satwa,
tetapi memiliki nilai mistik melalui suaranya. Jika bersuara, isyarat
akan terjadi sesuatu, pada umumnya ke arah yang buruk,” tutur Beleng,
yang oleh Komunitas Dayak Simpakng di Kota Pontianak diberi kepercayaan
sebagai tamongokng atau semacam kepala adat.
Berdasarkan cerita legenda sosok kek
catok ini memiliki hubungan asmara dengan seorang manusia, dan diyakini
hingga sekarang darahnya mengalir di beberapa anggota masyarakat Suku
Dayak Simpakng. Adoria Nitty (47), petinggi adat Banua Simpakng, yang
kesehariannya mendapat mandat sebagai tetua adat di Desa Banjur Karab,
Kecamatan Simpang Dua, menuturkan, siapa yang punya susur galur dengan
togukng bisa memanggil dia melalui beberapa ritual.
Yakni membakar bulu ayam putih, dengan
sesaji berupa daging, hati, dan darah ayam putih, ujung kaki, ujung
paruh, dan ujung jengger, serba sedikit dalam kondisi matang dengan
dipanggang. Sambil membakar bulu ayam, mantera dirapalkan.
Adapun sosok togukng memiliki keanehan
di tubuhnya yakni guratan menyerupai gambar pedang, senapan lantak,
parang, dan atribut masyarakat Dayak lainnya. Pada saat tertentu, bisa
juga makhluk ini menyerupai kelempiau (ada yang menyebutnya sejenis kera ataupun macan) belang hitam-putih. Togukng yang bisa menyerupai satwa kelempiau
ini dibenarkan Adoria Nitty (47), petinggi adat Banua Simpakng, yang
kesehariannya mendapat mandat sebagai tetua adat di Desa Banjur Karab,
Kecamatan Simpang Dua. Sebagai hewan mistis setengah hantu, makhluk ini
bisa berubah bentuk. Mulanya remaong, sejenis kucing hutan yang besar.
Menurut Nitty, togukng punya
gaya terbang yang unik. Ia selalu hinggap dengan posisi melintangi
batang pohon, bukan membujur seperti layaknya hewan hutan lainnya,
seperti memeluk pohon dengan gaya melintang.
Sosok mahluk mitos ini tidak sesakti
yang dipikirkan, karena ia pun memiliki kelengahan dan kesialan yang
mampu menimpanya. Beleng menilai, naas bisa saja menimpa togukng, yakni
dalam bahasa lokal disebut ‘kempunan’. Kempunan berarti suatu malapetaka
yang sewaktu-waktu bisa menimpa, tanpa bisa diprediksi. Biasanya
kempunan terjadi jika kita tidak menyentuh makanan yang ditawarkan
seseorang, sebelum kita bepergian. Makanya dalam tradisi masyarakat
Dayak, jika saat hendak bepergian tiba-tiba ditawarkan makanan, haruslah
diterima, minimal disentuh atau disebut pusak.
4. Mitologi Naga Air
Silahkan Klik untuk Melihat Gambar atau Video... |
Tutup |
Ilustrasi Mitologi Naga Air (sumber:blogspot.com)
|
Masyarakat Kutai Barat (Kubar),
khususnya warga Mahakam Ulu, digemparkan kemunculan sepasang ular
raksasa sebesar drum atau berdiameter sekitar 60 sentimeter, dengan
panjang sekitar 40 meter. Ular raksasa itu terlihat meliuk di permukaan
air di Riam Haloq, Kampung Long Tuyoq, Kecamatan Long Pahangai.
Gambar tersebut diambil oleh anggota tim
wilayah bencana banjir yang kemudian diterbitkan oleh Utusan Sarawak,
sebuah koran lokal, pekan lalu. New Straits Times di Kuala Lumpur, juga
memuat foto tersebut yang kemudian dirilis oleh The Telegraph, Inggris,
pada 11 Februari 2009 lalu.
Munculnya binatang raksasa yang diyakini
warga hulu Sungai Mahakam Kalimantan Timur sebagai naga ini dibenarkan
oleh drs Toni Imang, Kabag Sosial, Kabupaten Kutai Barat. “Kebetulan
yang disebut dalam berita itu adalah kampung halaman saya,” katanya
menjawab Kompas saat dihubungi via ponselnya, Jumat (5/2/2010)
“Di masyarakat kami di pedalaman hulu Mahakam, binatang itu namanya lengian
atau naga air. Sejak saya masih kecil, saya sudah mendengar cerita
semacam itu. Secara fisik, saya belum pernah melihat binatang itu.
Tetapi telapak naga yang ditinggalkan saat binatang seperti itu
melintasi daratan, sawah, atau kolam saya pernah melihat,” katanya.
Menurut kepercayaan masyarakat yang
tinggal di sekitar Sungai Mahakam, kemunculan naga ke permukaan sungai
bagi Suku Dayak merupakan sebuah pertanda akan turun hujan deras yang
disertai banjir dan memang kenyataannya pertanda itu terjadi. Tiga hari
setelah kemunculan naga tersebut, daerah Sungai Mahakam diterjang banjir
dan hujan deras selama tiga hari berturut-turut. Berdasarkan legenda
yang hidup di masyarakat setempat yaitu di daerah Kalimantan dan
sekitarnya, memang dipercayai adanya ular besar yang mirip naga dan
bernama Nabau. Nabau ini memiliki panjang sekitar 80 meter dengan kepala
yang menyerupai naga dengan tujuh lubang hidung. Namun belum pernah ada
masyarakat yang melihat apakah ular-ular raksasa yang diduga naga itu
menyemburkan api dari mulutnya seperti naga yang digambarkan di
film-film.Percaya atau tidak percaya, legenda tentang naga ini tetap
menjadi misteri dan akan terus menarik untuk diteliti, diselidiki dan
dijadikan cerita yang terus berkembang.
5. Pusaka Supranatural
Setiap suku bangsa yang terdapat di
berbagai wilayah Indonesia dan Malaysia, dipastikan memiliki kepercayaan
terhadap benda-benda yang memiliki kekuatan supranatural dengan
berbagai fungsi dan tujuan. Berikut pusaka supranatural yang dimiliki
kekuatan magis dalam kehidupan masyarakat Suku Dayak:
- Gerangiiq, diyakini memiliki kekuatan
mistis walaupun bentuknya kecil sebesar jari kelingking, namun dibuat
secara khusus mulai dari pembuatan hingga pemilihan bahan kayunya.
Kekuatan mistis yang dimiliki oleh gerangiiq ini adalah mampu menangkal
satu atau dua kekuatan ‘gelap’ jahat. Gerangiiq biasanya digunakan
secara dikalungkan.
- Serempelit, sebuah benda mistis yang
berupa ikat pinggang. Serempelit ini berfungsi untuk melindungi
seseorang ketika dalam situasi peperangan, perkelahian. Selain dipercaya
memiliki kekuatan mistis, isi yang terdapat di dalamnya merupakan
bahan-bahan yang dianggap memiliki nilai magis. Mengajiiq atau bekajiiq,
adalah sebuah proses pembuatan serempelit yang dilakukan oleh seorang
guru. Kebanyakan orang yang memakai serempelit dipinggangnya akan merasa
tangguh dan lebih percaya diri.
- Penyirapm,
merupakan minyak yang diyakini memiliki kekuatan magis, biasa dibawa
ataupun disimpan di dalam rumah. Minyak penyirapm memiliki daya magis
yang mampu menyembunyikan wujud seseorang ataupun rumah, sehingga tidak
terlihat oleh musuh atau siapapun. Ciri seseorang yang menyimpan minyak
peripapm adalah terdengarnya suara kodok bersahutan. Penyirapm berasal
dari bahasa Dayak Benuaq yang artinya suasana malam gelap gulita, tanpa
sinar bulan sekalipun.
Silahkan Klik untuk Melihat Gambar atau Video... |
Tutup |
Ilustrasi Pusaka Supranatural (sumber:blogspot.com.uniknya.com)
|
Demikian eksotisme kebudayaan masyarakat Suku Dayak, baik yang termasuk ke dalam wilayah Indonesia maupun Malaysia. (**)