Kisah
ini bermula di daerah Maluku Utara, tepatnya di daerahTobelo. Beratus
tahun yang lalu di suatu rumah yang berdindingkan daun rumbia diamlah
satu keluarga. Sang ayah seorang nelayan yang siang dan malam hidupnya
di atas lautan, mempertaruhkan nyawa untuk menghidupkan anak istrinya.
Sang ibu adalah wanita setia dan sangat bijaksana. Mereka memiliki dua
orang anak. Yang sulung anak perempuan bernama O Bia Moloku.
Kecantikannya melebihi kecantikan ibunya. Sedangkan adiknya yang
laki-laki bernama O Bia Mokara. la ganteng, dan berperawakan mirip
ayahnya.
Pada
suatu hari ayah mereka pergi melaut dan seperti biasa sebelum ayah
mereka bertolak ke laut, tak lupa ditinggalkannya makanan dan telur ikan
pepayana di rurnahya. Beberapa hari setelah kepergian ayahnya melaut,
ibunya pergi ke kebun. Sebelum ibunya pergi ia berpesan kepada kedua
anaknya. “Hai anak-anakku, jangan kamu makan telur ikan yang
ditinggalkan ayahmu ini. Apabila kamu rnemakannya akan terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan”. Ibunya berkata dengan sungguh-sungguh tetapi
mereka berdua hanya tertawa saja. Setelah ibunya selesai memberi nasihat
maka pergilah ibunya ke kebun. Kira-kira tigajam berlalu, adiknya, O
Bia Mokara, merasa lapar. Dimintanya makanan dan telur ikan. Kakaknya, O
Bia. Moloku, tak rnau memberikan permintaan adiknya. Adiknya menangis
tersedu-sedu tetapi O Bia Moloku tetap tidak mau memberikan telur ikan
itu, Semakin lama semakin keras saja tangisan adiknya. Akhirnya O Bia
Moloku tak tega melihat adiknya menangis terus-menerus, dan telur ikan
itu segera diberikan kepada adiknya. Sambil tertawa adiknya memakan
telur ikan itu dengan lahapnya. Setelah memakan telur itu sampai habis,
beberapa sisa telur ikan itu melekat pada gigi adiknya.
Tak
lama kemudian ibunya kembali dari kebun membawa singkoNg, pepaya, dan
sayur-sayuran. Setelah selesai membersihkan badannya, ibunya pun
menggendong O Bia Mokara dan ia segera menyusukan si O Bia Mokara.
Setelah itu, ibunya menyanyi sambil menari sambil menggendong O Bia Mokara yang tertawa gembira karena sangat senang berada dalam pelukan ibunya yang sangat didambakannya.
Setelah itu, ibunya menyanyi sambil menari sambil menggendong O Bia Mokara yang tertawa gembira karena sangat senang berada dalam pelukan ibunya yang sangat didambakannya.
Namun,
tiba-tiba ayunan mesra ibunya dikejutkan dengan terlihatnya, sisa telur
ikan yang melekat pada gigi O Bia Mokara. Suasana sukacita segera
berubah menjadi keheningan yang mendalam. Ibunya tertegun sebentar,
sekujur badannya menjadi dingin gemetar dan marah sekali kepada kedua
anaknya. Amarah ibunya tak dapat ditekan lagi. la segera melepaskan O
Bia Mokara dan segera melarikan diri menyusuri pesisir pantai. Sambil
menggendong O Bia Mokara yang menangis terus, O Bia Moloku mengejar
ibunya sambil memanggil-manggil ibunya. “Mama, Mama, O Bia Mokara
menangis terus, Mama!”
Namun, panggilannya hanya dijawab oleh mamanya. “Peras saja daun katang-katang, ada air susunya!”
Namun, panggilannya hanya dijawab oleh mamanya. “Peras saja daun katang-katang, ada air susunya!”
Setelah tiga kali O Bia Moloku memberikan airsusu dari daun katang-katang kepada adiknya, ibunya pun menerjunkan diri ke iaut.
Sementara menyelam ia menemukan sebuah batu yang timbul di permukaan air. Naiklah ibunya ke atas batu itu dan berkata, “Terbukalah agar aku dapat masuk”.
Batu itu terbuka, lalu ibunya pun masuk ke dalam batu itu. Dengan segera ia pun berteriak, “Tutuplah”, maka batu itu pun tertutup selama-lamanya tanpa berbekas.
Setelah tiga kali O Bia Moloku memberikan airsusu dari daun katang-katang kepada adiknya, ibunya pun menerjunkan diri ke iaut.
Sementara menyelam ia menemukan sebuah batu yang timbul di permukaan air. Naiklah ibunya ke atas batu itu dan berkata, “Terbukalah agar aku dapat masuk”.
Batu itu terbuka, lalu ibunya pun masuk ke dalam batu itu. Dengan segera ia pun berteriak, “Tutuplah”, maka batu itu pun tertutup selama-lamanya tanpa berbekas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar