Pela adalah suatu sistem hubungan sosial yang dikenal dalam masyarakat Maluku berupa suatu perjanjianNegri (kampung) dengan kampung lainnya yang biasanya berada di pulau lain dan kadang juga menganut agama lain di Maluku, biasanya satu Negri memiliki satu atau dua Pela. Sistem perjanjian ini diperkirakan telah dikenal sebelum kedatangan bangsa Eropa ke Maluku, dan digunakan untuk memperkuat pertahanan terhadap bangsa Eropa pada waktu itu. hubungan antara satu
Arti kata Pela
Pela berasal dari kata Pila yang berarti buatlah sesuatu untuk kita bersama, dan kadang-kadang kata Pila diberi akhiran "TU" sehingga menjadi Pilatu yang artinya menguatkan, menamankan atau mengusahakan sesuatu benda tidak mudah rusak atau pecah. Kini kata "Pila" telah berubah menjadi "Pela".
Yang sangat menarik dari Pela ini ialah kenyataan bahwa di MALUKU TENGAH hubungan Pela
ini bukan saja terjadi antara negeri yang manganut agama yang sama,
tetapi terjadi juga diantara negeri yang berlainan agama. Misalnya
hubungan Pela antara negeri:
· TITAWAI (Kristen) di Nusalaut dengan PELAU (Islam) di pulau Haruku.
· TUHAHA (Kristen) di Saparua dengan ROHOMONI (Islam) di pulau Haruku.
· HUTUMURY (Kristen) di jasirah Leitimur dengan TAMILOUW di Seram Selatan.
Ini adalah berberapa contoh saja yang di kemukakan diantara puluhan contoh yang dapat disebutkan satu demi satu.
Ada juga yang mengartikan atau berpendapat bahwa Pela itu berasal dari kata Pela
artinya saudara/sahabat yang dapat dikatagorikan sebagai suatu
panggilan bagi kaum pendatang dari Jawa, Bugis, Makasar, Mandar, Buton
dll yang menjajaki barang-barang dagangnya ke Maluku yang akhirnya kata Pela itu berkembang menjadi saudara yang dikasihi yang disamakan dengan GANDONG.
Peraturan dalam Pela
Pela dianggap sebagai suatu ikatan persaudaraan antara semua penduduk antar kedua atau lebih Negri yang bersangkutan dan dianggap suci. Ada empat dasar Pela yang harus dipatuhi antara lain:
- Negri-Negri yang berpela berkewajiban untuk saling membantu pada masa genting (bencana alam, peperangan dll.)
- Jika diminta, maka Negri yang satu wajib memberi bantuan kepada Negri lain yang hendak melaksanakan proyek-proyek demi kepentingan kesejahteraan umum, seperti pembanguanan rumah-rumah Gereja, Masjid dan sekolah
- Bila seorang mengunjungi Negri yang berpela dengan Negrinya, maka orang-orang di negeri itu wajib untuk memberi makanan kepadanya, tamu yang sepela itu tidak perlu meminta izin untuk membawa pulang apa-apa dari hasil tanah atau buah-buahan menurut kesukaannya
- Semua penduduk negeri-Negri yang saling berhubungan Pela itu dianggap sedarah sehingga dua orang yang sepela tidak boleh kawin. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dihukum keras oleh nenek moyang yang mengikrarkan Pela itu berupa kutukan seperti sakit, mati dan kesusahan lain yang ditujukan kepada Pelanggar maupun anak-anaknya. Pada masa lalu, mereka yang melanggar pantangan kawin tersebut ditangkap dan disuruh berjalan mengelilingi Negri-Negrinya dengan hanya berpakaian daun-daun kelapa dan dicaci maki oleh penghuni Negri
Latar belakang terjadinya Pela
Menurut sejarah dan kenyataan terjadinya Pela itu berbeda satu dengan yang lainnya tetapi tujuannya tetap sama yakni " BEKERJA SAMA UNTUK KEPENTINGAN BERSAMA".
Berberapa alasan terjadinya hubungan Pela adalah:
· Hubungan Pela
sebagai balas jasa dari negeri yang satu kepada negeri yang lain yang
pernah membantunya baik dalam lapangan politik (perperangan) maupun
dalam lapangan sosiaal (bencana alam, pertolongan di laut dll).
· Hubungan Pela
sebab ada hubungan persaudaraan antara negeri yang bersangkutan
menurut cerita dari datuk-datuk mereka bahwa mereka adalah saudara
kandung. Contoh: Rumahkay dan Rutong.
· Hubungan Pela
sebab terjadinya hal-hal yang luar biasa seperti negeri Latuhalat di
tanjung Nusaniwe dan Alang di tanjung Alang yang disebabkan karena kasih
cinta.
Hubungan Pela
di Maluku di bedakan dalam berberapa hal/peristiwa yang mengawalinya,
jadi semakin besar peristiwa yang mengawali semakin keras sifat dari Pela tersebut.
Menurut
Dr Frank Leonard Cooley dalam disertasinya yang berjdudul "Altar and
throne in Central Moluccan Societies" halaman 261 menyatakan " Pela
as it is found at present in Moluccan societies is an
institutionalized bond of friendship or brotherhood between all native
residents of two or more villages, which bond was established by the
ancestors under particular circumstances and carries specific and
privileges for the parties thus bound together". Menurut pendapatnya
bahwa Pela ini diterbentuk dalam abad XVI di Maluku.
Jenis-jenis Pela
Pada
prinsipnya dikenal tiga jenis Pela yaitu Pela Karas (Keras), Pela
Gandong (Kandung) atau Bongso (Bungsu) dan Pela Tampa Siri (Tempat Sirih).
- Pela Karas adalah sumpah yang diikrarkan antara dua Negri (kampung) atau lebih karena terjadinya suatu peristiwa yang sangat penting dan biasanya berhubungan dengan peperangan antara lain seperti pengorbanan, akhir perang yang tidak menentu (tak ada yang menang atau kalah perang), atau adanya bantuan-bantuan khusus dari satu Negri kepada Negri lain. Pela ini disebut Pela sejati karena menurut anggapan pihak-pihak yang berkepentingan hubungan Pela ini diikrarkan bersama berdasarkan sesuatu perjanjian yang kemudian diperkuat dengan angkat sumpah. Dalam perjanjian itu ditetapkan antara lain:
· Pela harus membantu Pela dalam segala kesukaran dan kesusahan.
· Pela harus menempati janji yang pernah diucapkan terhadap Pela.
· Pela tidak boleh kawin dengan Pela.
- Pela Gandong atau Bongso ( Pela Adik-kaka atau Pela Saudara ) didasarkan pada ikatan darah atau keturunan untuk menjaga hubungan antara kerabat keluarga yang berada di Negri atau pulau yang berbeda.
- Pela Tampa Siri diadakan setelah suatu peristiwa yang tidak begitu penting berlangsung, seperti memulihkan damai kembali sehabis suatu insiden kecil atau bila satu Negri telah berjasa kepada Negri lain. Jenis Pela ini juga biasanya ditetapkan untuk memperlancar hubungan perdagangan.
4. Pela Minum Darah ini disebut Pela perang.
5. Pela Darah
6. Pela Batu Karang
7. Pela Kawin
Pela
Karas dan Pela Gandong ditetapkan oleh sumpah yang sangat mengikat dan
biasanya disertai dengan kutukan untuk Pelanggaran terhadap perjanjian
Pela ini. Sumpah dilakukan dengan mencampur tuak dengan darah yang
diambil dari tubuh pemimpin kedua pihak kemudian diminum oleh kedua
pihak tersebut setelah senjata-sejata dan alat-alat perang lain
dicelupkan kedalamnya. Alat-alat tersebut nantinya digunakan untuk
melawan dan membunuh siapapun yang melanggar perjanjian. Penukaran darah
memeteraikan persaudaraan itu. Pela Tampa Siri dilakukan tanpa sumpah
dengan menukar dan mengunyah Sirih bersama. Pela Tampa Siri merupakan
suatu perjanjian persahabatan sehingga perkawinan antar pihak yang
terkait diperbolehkan dan tolong menolong lebih bersifat sukarela tanpa
ada ancaman hukuman nenek moyang.
DIETER
BARTELS dalam disertanya untuk mencapai gelar Doktor pada Cornel
University Amerika Serikat tahun 1977 lebih banyak mengungkapkan tentang
hal tersebut diatas serta hubungan Pela di daerah Maluku. Menurut
beliau: "Pela is one of the specialties Ambonese communities in other
parts of Indonesia maintain with their homeland".
Ada beberapa negeri yang mempunyai hubungan PELA sesuai Katagori diatas:
* Pela Keras / Pela Tuni: Ameth-Soahuku- Kariu-Booi-Aboru-Hualoi
* Pela Tempat Sirih / Angkat Sumpah Tihulale- Hukuanakota-Kaibobo- 12 desa di gunung Seram
* Pela Perang / Pela Minum Darah Tuhaha-Rohomoni, Hatuhaha-Tuhaha
* Pela Batu Karang: Batumera- Passo, Oma Ullath
* Pela Adik-Kakak / Saudara Hutumuri-Sirisori-Tamilouw
* Pela Kawin: Alang-Latuhalat, Hitu -Latuhalat
Ada pula yang disebabkan karena GENELOGICAL BONDS antara lain PELA GANDONG seperti:
Kulur-Oma, Rumahkai-Rutong, Hukurila-Kilang, Ema-Naku.
Sala satu pela yang sangat mengikat umat Kristen dan Islam yaitu Pela: Ambalau- Nusalaut.
Panas Pela
Untuk
menjaga kelestariannya maka pada waktu-waktu tertentu diadakan upacara
bersama yang disebut "panas Pela" antara kedua Negri yang berpela.
Upacara ini dilakukan dengan berkumpul selama satu minggu di salah satu
Negri untuk merayakan hubungan dan kadang-kadang memperbaharui
sumpahnya. biasanya upacara panas Pela diramaikan dengan pertunjukan
menyanyi dan tarian.
Pelestarian Pela
Sistem Pela sampai saat ini masih berperan penting terutama di daerah Maluku Tengah.
Karena rasa persatuan dan identitas bersama disadari dan dihayati
dengan kuat upacara-upacara pembaharuan Pela (panas Pela) masih sering
berlangsung. Sejak Perang Dunia II sejumlah Pela baru, kebanyakan Pela
Tampa Siri ditetapkan sebagian besar antara Negri-Negri Islam dan Kristen
sebagai usaha diadakan dengan sadar untuk menguatkan hubungan antara
dua golongan itu. Dapat dikatakan bahwa berkat sistem Pela itu,
pertentangan antara kaum Muslim dan Kristen yang terjadi pada tahun 1998-2002 dapat diredakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar